Dalam rangkaian kegiatan merti dusun RW 07 dan RW 08 tahun ini, kesenian kuda lumping Tridoyo Gadung Melati menjadi salah satu atraksi utama yang menarik perhatian warga. Grup kesenian Tridoyo Gadung Melati memulai pertunjukan mereka dengan tarian pembuka yang energik, diiringi alunan musik gamelan khas Jawa. Para penari, dengan mengenakan kostum warna-warni dan memegang kuda-kudaan yang dihias indah, menampilkan gerakan dinamis yang menggambarkan kegembiraan dan rasa syukur masyarakat atas panen dan kehidupan yang sejahtera.
Pertunjukan ini dilaksanakan pada tanggal 27 Oktober 2024 yang dipadati oleh warga dari berbagai kalangan, serta Kepala Desa Sumbersari, Bapak Hery Dwidoyo, S.IP. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan apresiasi atas peran kesenian tradisional seperti kuda lumping dalam mempererat persatuan warga dan menjaga warisan budaya leluhur. Kehadiran kepala desa menambah semarak acara sekaligus memberikan dukungan moral bagi para seniman dan pelaku budaya desa.
Selain sebagai hiburan, penampilan kuda lumping juga sarat akan makna spiritual. Momen paling ditunggu adalah ketika beberapa penari memasuki fase "kesurupan," sebuah kondisi trance yang dipercaya sebagai bentuk interaksi dengan dunia spiritual. Selama fase ini, mereka melakukan atraksi ekstrem seperti makan bara api dan pecahan kaca, yang dilakukan di bawah pengawasan pawang.
Kehadiran kuda lumping dalam merti dusun bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga simbol penghormatan terhadap leluhur desa. Dengan menampilkan seni tradisional ini, masyarakat Mbatang dan Ngadimerto berusaha melestarikan warisan budaya yang telah ada sejak lama.
Acara ini juga menjadi ajang untuk mempererat tali persaudaraan di antara warga. Anak-anak hingga orang dewasa antusias menyaksikan pertunjukan, sementara generasi muda turut dilibatkan dalam persiapan dan pelatihan tari. Hal ini menunjukkan bahwa kesenian Tridoyo Gadung Melati tidak hanya hidup sebagai warisan, tetapi juga terus berkembang dan relevan dengan zaman.